Tahukah Anda bahwa terdapat banyak keutaman yang dapat Anda raih dengan cara menjalin silaturahim dengan sesama saudara muslim? Keutamaan itu telah disampaikan melalui lisan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Salam yang telah dibukukan menjadi kumpulan hadits silaturahim dan semua umat muslim bisa mengamalkannya.
Istilah silaturahim biasanya identik dengan momen hari raya idul fitri dimana umat muslim melakukan kunjungan ke orang tua, kerabat dekat dan jauh serta sahabat-sahabat yang mereka miliki. Namun sebenarnya silaturahim tidak harus dilakukan di hari raya saja, menjaga hubungan dan kekerabatan antar sesama umat muslim bisa dilakukan kapan saja tanpa perlu menunggu datangnya hari spesial.
Makna dari Silaturahim
Silaturahim terdiri dari dua kata yaitu shilah yang berarti menyambung dan ar rahim. Ar rahim disini maksudnya adalah rahim yang dimiliki wanita, tempat dimana janin berkembang dan mendapat perlindungan. Istilah ar rahim digunakan untuk penyebutan kerabat atau saudara yang berasa dari satu rahim.
Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan terkait makna dari silaturahim di dalam kitabnya yang berjudul Syarh Shahih Muslim.
“Adapun silaturahim, ia adalah berbuat baik kepada karib-kerabat sesuai dengan keadaan orang yang hendak menghubungkan dan keadaan orang yang hendak dihubungkan. Terkadang berupa kebaikan dalam harta, terkadang dengan memberi bantuan tenaga, terkadang dengan mengunjunginya, dengan memberi salam, dan cara lainnya.”
Sedangkan Ibnu Atsir menerangkan bahwa silaturahim adalah istilah untuk perbuatan baik kepada karib-kerabat yang memiliki hubungan nasab, atau kerabat karena hubungan pernikahan, serta berlemah lembut, kasih sayang kepada mereka, memperhatikan keadaan mereka. Demikian juga apabila mereka menjauhkan diri atau suka mengganggu. Dan memutus tali silaturahim adalah kebalikan dari hal itu semua. (An Nihayah fi Gharibil Hadits)
Dari penjelasan di atas menjelaskan bahwa perbuatan dan menyambung hubungan pada orang yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan dan nasab bukan termasuk ke dalam silaturahim, dan tidak termasuk dalam ayat dan hadits terkait perintah dan keutamaan silaturahim.
Silaturahim dan Silaturahmi, Apa Bedanya?
Di kalangan masyarakat Indonesia, biasanya mengenal istilah silaturahim dengan kata silaturahmi. Bisa jadi Anda merasa bingung, mana penggunaan istilah yang benar antara silaturahim dan silaturahmi. Pasalnya, ada beberapa kosakata dalam bahasa arab yang mengalami infiltrasi ke bahasa Indonesia. Tapi hanya saja sebagian masyarakat mendapati kesulitan dalam penyebutannya, meskipun lembaga bahasa telah membuat aturan baku pada kata tersebut.
Namun tidak perlu risau, umat muslim tidak perlu mempermasalahkan mana istilah yang bisa dipergunakan. Selama makna yang dimaksud sama, yaitu memperbaiki hubungan antar saudara atau kerabat.
Hadits Tentang Silaturahmi Memperpanjang Umur, Apa Benar?
Salah satu hadits yang menyebutkan tentang keutamaan silaturahmi adalah hadits silaturahim dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:
Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang suka diluaskan rezekinya dan ditangguhkan kematiannya, hendaklah ia menyambung silaturahim.” (HR. Bukhari)
Apabila dilihat secara sekilas, hadits yang disebutkan di atas seakan-akan bertentangan dengan firman Allah di dalam surat Al-A’raf yang mengatakan bahwa umur merupakan sesuatu yang telah ditetapkan dan tidak dapat diubah.
ٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (QS. Al-A’raf : 34)
Menurut penjelasan Abu Layyist Samarqandi dalam kitab Tanbihul Ghafilin, ada perbedaan pendapat dari ulama mengenai pemaknaan bertambahnya umur dalam hadits di atas. Pendapat yang pertama memaknai hadits tersebut sebagai penangguhan kematian sebagaimana adanya, maksudnya Allah memanjangkan usia seseorang yang selalu menjaga hubungan silaturahim tentunya dengan izin Allah Subhanahu Wata’ala.
Sedangkan pendapat kedua menyebutkan bahwa umur seseorang sudah ditetapkan dan tidak seorangpun bisa memajukan atau mengundurkannya seperti yang telah difirmankan Allah pada ayat yang disebutkan di atas. Sehingga para ulama yang mengambil pendapat ini memahami bahwa maksud dari ditambahkan usia adalah karena silaturahim tersebut akan bernilai pahala yang mengalir terus menerus meskipun orang itu telah meninggal dunia. Wallahu’alam.
Kekeliruan Dalam memaknai Hadits Silaturahim
Saat ini masih ada sebagian orang yang keliru dalam memahami dan memaknai silaturahim. Mereka menganggap semua hal yang beratas namakan menyambung hubungan dengan orang lain sebagai silaturahim. Sedangkan makna syar’i dari silaturahim ini jelas jauh beda dari pernyataan di atas. Parahnya, ketidaktahuan mengenai adab bertemu saudara muslim ini menimbulkan berbagai kekeliruan lain yang perlu dikoreksi.
Kasus yang pertama adalah menggunakan istilah silaturahim pada kegiatan yang sebenarnya tidak termasuk ke dalam pengertian sesungguhnya, seperti reuni sekolah, acara perkumpulan karyawan kantor, dan lain-lain. Kemudian mereka meyakini bahwa acara tersebut memiliki keutamaan yaitu bisa memperpanjang usia dan meluaskan rezeki. Tentunya kegiatan tersebut tidaklah sepenuhnya salah, namun penggunaan istilah silaturahim dan meyakini keutamaannya menjadi tidak sesuai.
Kasus lainnya terjadi pada sebagian masyarakat yang menggunakan istilah silaturahim untuk mengajak orang lain datang ke tempat atau kegiatan yang dalam syari’at agama sebenarnya dilarang, seperti mengundang untuk datang ke acara ulang tahun dengan alasan menghubungkan tali silaturahim, yang dimana tempat atau acara tersebut bisa menimbulkan ikhtilat. Sehingga perbuatan yang dilarang agama ditamengi dengan nama menjaga silaturahim yang merupakan sebuah kebaikan.
Kasus ketiga sering terjadi ketika ada seseorang yang masih enggan untuk meninggalkan circle pertemanan yang buruk dengan alasan takut mendapat dosa jikalau harus memutus tali silaturahim. Padahal circle pertemanan yang berisikan maksiat cepat atau lambat akan menular pada orang disekitarnya.
Padahal umat muslim seharusnya sudah mengetahui bahwa tidak dibenarkan mencampur-adukkan hal yang baik dengan hal yang buruk. Sebagaimana telah difirmankan oleh Allah pada surat Al Baqarah:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ
“dan janganlah kalian mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan…” (QS. Al Baqarah: 42).