Mabit di Muzdalifah, Bagaimana Jika Terlewat?

Mabit di Muzdalifah menjadi salah satu rangkaian dari pelaksanaan ibadah haji. Bagi para jamaah, perlu memahami kedudukan aktivitas ini. Sebab ketika sebuah aktivitas menjadi bagian dari ibadah, tentu tidak bisa dianggap sepele. Atau bahkan dengan sengaja melewatkannya.

Sangat disayangkan jika ada jamaah haji yang tidak melaksanakan mabit di Muzdalifah. Meskipun ada ulama yang menganggapnya sebagai sunnah, namun akan rugi bagi jamaah jika tidak melakukannya. Apalagi berhaji menjadi momen yang sangat sulit ditunaikan sebab antrian yang begitu panjang.

Lantas sebenarnya bagaimana kedudukan melaksanakan mabit di Muzdalifah? Dan bagaimana jika aktivitas ini terlewat untuk dikerjakan? Simak ulasan berikut dan dapatkan informasinya!

Kedudukan Mabit di Muzdalifah

Melakukan mabit di Mudzdalifah, Sumber: madaninews.id
Melakukan mabit di Mudzdalifah, Sumber: madaninews.id

Ada berbagai pendapat berkaitan dengan hukum mabit di Muzdalifah. Ada yang mengatakan bahwa hukumnya wajib, ada pula yang mengatakan hukumnya adalah sunnah. Namun yang pasti kedudukan mabit merupakan bagian dari pelaksanaan ibadah haji.

Dengan demikian bagi mukmin yang mengharapkan ridha Allah, sudah sepantasnya mengusahakan untuk bisa melakukannya. Jika kondisi memungkinkan, sebaiknya melakukan mabit sebagaimana yang Rasulullah contohkan. 

Terkait pelaksanaan mabit, Rasulullah bersabda yang artinya,

Aku wukuf (mabit) di sini dan Muzdalifah seluruhnya adalah tempat wukuf (mabit)”. (HR Muslim)

Dahulu Rasulullah melaksanakan mabit secara sempurna. Yakni beliau tidak akan meninggalkan Muzdalifah kecuali telah melaksanakan shalat subuh di sana dan langit telah menguning. 

Namun perlu dicatat, Rasulullah juga memberi keringanan bagi para wanita dan orang-orang yang lemah. Dimana mereka diizinkan untuk meninggalkan Muzdalifah sebelum waktu tersebut, ketika sudah merasa tidak mampu lagi.

Hal itu perlu menjadi perhatian bagi penyelenggara biro haji dan umroh. Selain menyiapkan panduan umroh, sebaiknya juga disiapkan panduan haji. Dan salah satunya adalah panduan ketika akan melaksanakan mabit di Muzdalifah.

Sebab pada dasarnya mabit merupakan satu aktivitas penting dalam pelaksanaan haji. Jika Rasulullah melakukannya, maka sudah sepatutnya juga umatnya lakukan. 

Terlebih terdapat pernyataan dari Allah terkait hal ini. Dalam Surat Al Baqarah ayat 198, Allah Ta’ala berfirman yang artinya,

Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari “Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang telah ditunjukkanNya kepadamu. Dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”.

Nah itulah terkait dengan kedudukan mabit di Muzdalifah dalam pelaksanaan ibadah haji. Alangkah baiknya jika setiap jamaah mengusahakan untuk bisa melakukannya. Dan bagi pihak travel juga perlu memberikan informasi terkait waktu mabit di Muzdalifah agar jamaah tidak terlewat.

Jika Mabit di Muzdalifah Terlewat

Jika mabit di Muzdalifah terlewat, Sumber: nabawimulia.co.id
Jika mabit di Muzdalifah terlewat, Sumber: nabawimulia.co.id

Tidak melaksanakan mabit di Muzdalifah memiliki konsekuensi tersendiri. Konsekuensi ini cukup menjelaskan terkait pentingnya melaksanakan mabit. Selain itu, tidak mengherankan jika sebagian ulama mengatakan jika melaksanakannya merupakan wajib.

Jika jamaah melewatkan mabit di Muzdalifah tanpa adanya uzur, maka baginya harus membayar dam. Dan untuk melakukannya, kebiasaan yang sering dilakukan adalah dengan menyembelih seekor kambing.

Meskipun demikian, untuk membayar dam sebenarnya terdapat opsi lain. Tetapi dikarenakan menyembelih kambing dianggap yang paling ringan, maka mayoritas jamaah memilih hal tersebut.

Dalam sebuah riwayat dijelaskan yang artinya,

Diriwayatkan dari Ka’ab bin ‘Ujrah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melewati waktu perjanjian Hudaibiyah lalu beliau bersabda, ‘Apakah kutu di kepalamu membuatmu sakit?’. Ka’ab menjawab, ‘Iya’. Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Cukurlah rambut di kepalamu lalu sembelihlah kambing sebagai nusuk (ibadah menunaikan dam), puasa tiga hari atau memberi makan (makanan pokok) sejumlah tiga sha’ kurma kepada enam orang miskin”. (Muttafaqun ‘Alaih)

Meskipun demikian, bagi yang memiliki uzur syar’i tidak ada tuntutan apapun ketika tidak mabit di Muzdalifah. Itulah sebabnya Rasulullah memberikan keringanan bagi para wanita serta orang-orang lemah. Supaya mereka boleh meninggalkan Muzdalifah jika sudah merasa tidak mampu.

Penyedia travel perlu menginformasikan hal ini kepada jamaah. Baik dalam panduan atau melalui tour guide system. Sebab dalam pelaksanaan setiap ibadah, jamaah perlu melihat keadaan diri. 

Terlebih dalam setiap ibadah, agama Islam selalu memberikan keringanan ketika ada uzur. Dan uzur ini bermakna luas. Tidak hanya terkait keadaan tubuh seseorang, namun juga keadaan sekitar yang membahayakan.

Bahkan dalam perkara shalat yang menjadi ibadah paling penting, terdapat uzur yang terkesan remeh. Dalam sebuah riwayat terdapat penjelasan yang artinya,

Dari Jabir Radhiyallahu ‘Anhu beliau berkata, bahwa kami keluar untuk bersafar bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kemudian ketika turun hujan, beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Siapa yang mau silahkan mengerjakan shalat di rihal (kendaraan masing-masing)”. (HR Muslim)

Begitulah ketika ada jamaah yang terlewat dalam kegiatan mabit di Muzdalifah. Dalam keadaan normal, jamaah harus membayar dam agar ibadah haji tetap sah. Namun jika ada uzur maka dirinya berhak mendapatkan keringanan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh syariat.

Aplikasi Memudahkan Arus Informasi

Aplikasi Muslim Pergi, Sumber: gannett-cdn.com
Aplikasi Muslim Pergi, Sumber: gannett-cdn.com

Dalam pelaksanaan ibadah haji maupun umroh, akan berbeda keadaan antara waktu persiapan dan kenyataan di lapangan. Dimana keadaaan Tanah Suci yang ramai seringkali membuat kewalahan, terutama bagi jamaah yang telah lanjut usia.

Dengan demikian, setiap travel perlu mempermudah jamaah utamanya dalam memberi panduan dan informasi. Dan untuk melakukannya, era sekarang ini setiap travel haji dan umroh bisa melengkapi layanannya dengan aplikasi travel umroh MuslimPergi.

Dengan adanya smartphone, jamaah bisa mengakses apapun yang mereka butuhkan kapanpun. Dan apapun yang diinformasikan oleh pihak travel, akan segera tersampaikan kepada para jamaah. 

Dengan kemudahan yang diberikan, jamaah pun akan semakin nyaman dalam beribadah. Kunjungan yang dilakukan ke Tanah Suci pun akan terasa lebih berkesan.