Bingung Puasa Arafah Ikut Siapa?

Perbedaan dalam pelaksanaan ibadah merupakan keniscayaan. Dimana hal ini seringkali memicu pertanyaan umat. Termasuk dalam pelaksanaan puasa Arafah. Jika sudah saatnya, puasa Arafah ikut siapa, pemerintah atau ketetapan wukuf di Padang Arafah?

Adakalanya pelaksanaan puasa Arafah memang mengalami perbedaan. Ada sebagian yang ikut pemerintah, sedangkan sebagian lainnya melihat pelaksanaan wukuf. Perlu hati-hati dalam pemilihan waktu puasa, sebab ketepatan waktu berpengaruh pada keabsahannya.

Lantas bagaimana sebaiknya melihat perbedaan tersebut? Agar pilihan lebih bijaksana, simak ulasan berikut dan dapatkan informasinya!

Sumber Perbedaan Puasa Arafah

Sumber perbedaan mengenai Puasa Arafah, Sumber: google.com
Sumber perbedaan mengenai Puasa Arafah, Sumber: google.com

Meski pada dasarnya hukum puasa Arafah bukanlah wajib, antusias umat untuk melaksanakannya begitu tinggi. Bahkan tidak sedikit yang juga melaksanakan puasa tarwiyah. Bukan tanpa sebab, pahala puasa Arafah memang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Tetapi di tengah tingginya antusias itu, perbedaan yang sering terjadi terkadang menjadi penghalang. Umat pun menjadi bingung kapan sebaiknya berpuasa. Akhirnya tidak sedikit yang sembarang melakukannya, tanpa didahului pengetahuan tentangnya.

Jika ditelaah, perbedaan yang terjadi pada dasarnya memiliki sumber. Dan sumbernya terletak pada ketetapan penanggalan hijriah. Dimana terkadang antara Tanah Suci dan Tanah Air sering berbeda dalam menentukan hal ini.

Ketika Tanah Suci telah menentukan awal bulan baru, maka dampaknya adalah pada pelaksanaan wukuf. Misalkan ditetapkan wukuf di Arafah sudah tanggal 9 Dzulhijjah waktu Tanah Suci, dan ketika itu di Tanah Air masih tanggal 8 Dzulhijjah. Otomatis hal ini akan menimbulkan perbedaan pelaksanaan puasa.

Melihat fenomena ini sebenarnya umat Islam di Tanah Air tidak perlu risau. Sebab perbedaan yang semacam ini sudah terjadi sejak masa lalu. Dimana para ulama telah memberikan penjelasan terkait masalah ini.

Ulama dalam Melihat Perbedaan

Ilustrasi ulama dalam memandang perbedaan, Sumber: bersamadakwah.net
Ilustrasi ulama dalam memandang perbedaan, Sumber: bersamadakwah.net

Salah satu ulama yang memberi penjelasan adalah Imam An Nawawi. Beliau menjelaskan bahwa pelaksanaan puasa adalah dengan melihat hilal di masing-masing negeri. Dan hilal di suatu negeri tidak berlaku untuk negeri yang lain.

Beliau mendasarkan pendapatnya pada riwayat dari Kuraib. Bahwa suatu ketika Ummu Fadhl bintu Al Harits menyuruhnya ke negeri Syam. Kuraib disuruh menemui Muawiyah untuk menyelesaikan sebuah urusan. 

Ketika sampai di Syam, Kuraib segera menyelesaikan urusannya. Dan ketika itu telah masuk tanggal 1 Ramadhan. Kuraib melihat hilal malam Jum’at, kemudian beliau kembali pulang ke Madinah. Setibanya di Madinah masih akhir bulan, dan Ibnu ‘Abbas bertanya kepadanya, “Kapan kalian melihat hilal?” 

Kuraib menjawab, “Kami melihatnya malam Jumat”. Ibnu ‘Abbas bertanya, “Kamu melihatnya sendiri?” Kuraib menjawab, “Ya saya melihatnya dan pendudukan yang ada di negeriku pun melihatnya. Mereka berpuasa dan Muawiyah pun berpuasa”.

Ibnu ‘Abbas menjelaskan, 

“Kalau kami melihatnya malam Sabtu. Kami terus berpuasa hingga kami selesaikan selama 30 hari atau kami melihat hilal Syawal”.

Kuraib bertanya, “Mengapa kalian tidak mengikuti rukyat Muawiyah dan puasanya Muawiyah?”

Ibnu ‘Abbas menjawab,

“Tidak, seperti ini yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada kami”. (HR Muslim No. 1087)

Penetapan puasa Ramadhan dalam riwayat ini juga berlaku kepada penetapan puasa Arafah. Meski hukum puasa Arafah berdiri sendiri, tetap perlu rukyat hilal. Dimana hasil dari rukyat hilal memang sering terjadi perbedaan antara negeri yang satu dengan negeri lainnya.

Dengan demikian untuk mendapat keutamaan puasa Arafah, acuannya adalah rukyat dalam negeri. Sebab perbedaan rukyat hilal antara Tanah Air dan Tanah Suci merupakan keniscayaan. 

Selain pendapat di atas, juga terdapat penjelasan dari ulama kalangan Syafi’iyah yang senada. Menurut pandangan mereka, penglihatan rukyat tidak berlaku secara umum. Akan tetapi berlaku khusus untuk orang-orang yang terdekat selama masih dalam jarak belum diqasharnya shalat.

Puasa Arafah Ikut Siapa?

Penjelasan puasa Arafah, Sumber: wtop.com
Waktu puasa Arafah, Sumber: wtop.com

Dengan melihat ulasan di atas tentu menjadi gambaran terkait pelaksanaan puasa Arafah. Bagi penduduk suatu negeri, puasa Arafah dapat dilakukan menurut ketetapan pemerintah yang berkuasa. 

Penglihatan hilal yang dilakukan oleh pemerintah telah melalui proses yang panjang. Jika saat ini besaran derajat hilal berbeda dengan yang diberlakukan di Arab Saudi, tentu ada alasannya. Dimana selain melihat nash-nash agama, juga melihat keadaan alam.

Indonesia sendiri memiliki alam yang berbeda dengan Tanah Suci. Dimana untuk bisa melihat hilal di negeri ini tidak semudah disana. Seringkali hilal terhalang oleh keadaan alam, baik itu cuaca maupun uap air yang berada di atmosfer.

Selain itu juga terdapat riwayat yang menguatkan hal ini. Yakni melaksanakan puasa dengan mengikuti pendapat mayoritas penduduk suatu negeri.

Dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya,

“Puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, hari raya Idul Fitri kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berhari raya dan hari raya Idul Adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian berIdul Adha”. (HR At Tirmidzi No. 697, dishahihkan oleh Syaikh Albani)

Adanya riwayat menguatkan tentang kapan seharusnya umat Islam suatu negeri melakukan puasa Arafah. Sebab dalil ini menjadi pendukung ulasan sebelumnya.

Selain itu saat meriwayatkan hadits ini, Imam At Tirmidzi berkata,

“Para ulama menafsirkan bahwa hadits ini yang dimaksud adalah berpuasa dan berhari raya bersama jamaah dan mayoritas manusia”. Maksudnya yaitu berpuasa dengan pemerintah (Ulil Amri) bukan dengan kelompok maupun ormas tertentu.

Dengan demikian, puasa Arafah yakni dengan mengacu pada ketetapan pemerintah pemimpin negeri setempat. Bukan dengan mengacu kepada pelaksanaan wukuf di Padang Arafah. Sebab dikhawatirkan penetapan tanggal hijriah antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi berbeda.

Tetap Menghargai Perbedaan

Suasana di bukit Arafah, Sumber: viva.co.id
Suasana di bukit Arafah, Sumber: viva.co.id

Meski telah menentukan pilihan akan berpuasa ikut siapa, namun tetap perlu menghargai perbedaan. Sebab mereka yang berpuasa dengan mengacu pada pelaksanaan wukuf juga memiliki dasar.

Satu diantara dasar pelaksanaan puasa mereka adalah bahwa puasa Arafah ada untuk menghormati jamaah haji yang sedang wukuf. Dan tidak ada puasa juga tidak ada momen tersebut. Dimana pelaksanaan puasa Arafah dengan mengacu pada hal itu akan memiliki keutamaan tersendiri.

Yakni selain berpuasa Arafah menyatu secara simbol dan makna, pelaksanaannya juga akan menyatukan umat Islam sedunia. Dimana persatuan umat Islam merupakan hal baik dan menjadi sumber kekuatan untuk kejayaan Islam.

Dengan menghargai perbedaan yang terjadi, pahala puasa Arafah pun tidak berkurang. Berbeda jika mengaku bahwa pendapatnya yang paling benar dan menghujat pendapat lain. Tentu hal itu akan mengurangi pahala puasa. Bahkan bisa jadi menjadikan puasa tidak bermakna sama sekali.

Informasi mengenai kapan pelaksanaan puasa Arafah di atas hanyalah satu informasi yang perlu jamaah ketahui. Selain informasi tersebut, masih banyak informasi lain yang sebaiknya juga diketahui oleh para jamaah.

Untuk mendekatkan beragam informasi pada jamaah, saat ini setiap travel bisa memanfaatkan aplikasi travel umroh. Sebuah aplikasi yang bisa diakses jamaah hanya melalui smartphone.

Dengan aplikasi tersebut, selain informasi pihak travel juga bisa memanfaatkan untuk banyak hal. Mulai dari manajemen umroh hingga pelayanan lain berbasis internet. Dengan demikian setiap jamaah tak perlu kemanapun saat membutuhkan sesuai terkait pelaksanaan ibadah haji dan umrohnya.